SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN SANGGAU.

Sejarah

Kerajaan Sanggau adalah sebuah kerajaan melayu yang berdiri sejak abad ke-4 M yang terletak di kabupaten sanggauKalimantan baratIndonesia. Penyebutan “Sanggau" sendiri berasal dari nama tanaman yang tumbuh di tepi sungai daerah tempat berdirinya kerajaan itu, yakni Sungai Sekayam. Sungai Sekayam merupakan tempat merapatnya rombongan yang dipimpin Dara Nante, seorang perempuan ningrat dari Kerajaan Sukadana, Ketapang, saat mencari suaminya yang bernama Babai Cinga. Namun ada juga pendapat yang meyakini bahwa nama “Sanggau" diambil dari nama Suku Dayak Sanggau, sebuah klan Suku Dayak yang menjadi suku asal Baba Cinga.


KERAJAAN PURBA NAN SARUNAI

Sejarah

Suku Banjar adalah salah satu suku bangsa terbesar yang mendiami wilayah Kalimantan Selatan. Namun, identitas warga asli Kalimantan Selatan masih menjadi perdebatan, sebab wilayah ini di tempati oleh bermacam-macam orang dari berbagai suku bangsa. Identitas Urang Banjar (orang Banjar) yang asli Melayu ataukah Urang Dayak (orang Dayak) menjadi tema perdebatan masyarakat mengenai asal usul masyarakat Banjar (Yusuf Hidayat, dalam Jurnal Sosiologi Universitas Airlangga, 2006). Istilah Urang Banjar dimaksudkan untuk menyebut mayoritas penduduk yang mendiami sebagian besar daerah di Provinsi Kalimantan Selatan, meskipun tidak semua warga Kalimantan Selatan beretnis Banjar asli. Dalam buku Urang Banjar dalam Sejarah, mencoba memberikan jalan tengah atas ketidak sepahaman yang terjadi antara orang Melayu dan orang Dayak tersebut. Masyarakat yang disebut sebagai Urang Banjar setidaknya terdiri dari etnis Melayu sebagai etnis yang dominan dan ditambah unsur orang-orang Suku Dayak, termasuk Suku Dayak Maanyan .

SEJARAH KERAJAAN TAYAN

Terdapat berbagai versi penamaan Tayan, antara lain:
  1. Asal kata TA artinya TANAH dan YAN artinya TAJAM (TANAH TAJAM). Apakah ini dimaksudkan dengan kondisi tanah ujung Tanjung, disitu tempat mulai dibuka atau didirikan kota Tayan.
  2. Asal kata TAI artinya BESAR dan AN artinya KOTA (KOTA BESAR). Sebuah tempayan yang ditenggelamkan di muara Sungai Tayan sebagai tanda mulai berdirinya Kota Tayan.

Sejarah

Kerajaan Tayan adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Kecamatan Tayan HilirKabupaten SanggauProvinsi Kalimantan BaratIndonesia. Pendiri kerajaan Tayan adalah putra Brawijaya dari Kerajaan Majapahit yang bernama Gusti Likar/Lekar. Bersama dengan saudara-saudaranya, Gusti Likar meninggalkan kerajaan Tanjungpura yang sering terlibat peperangan. Pemerintahan kerajaan Tayan kemudian dipegang oleh Gusti Ramal bergelar Pangeran Marta Jaya Yuda Kesuma, putra Pangeran Mancar pendiri kerajaan Meliau yang adalah kemenakan Gusti Likar. Mula-mula ibukota kerajaan berlokasi di Teluk Kemilun.

Asal Muasal

Kerajaan Tayan di dirikan oleh Gusti Lekar, anak kedua dari Panembahan Dikiri (Raja Matan). sedangkan anaknya yang pertama bernama Duli Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin, menggantikan ayahnya menjadi Raja Matan. Sultan Muhammad Syarifudin adalah Raja pertama yang memeluk agama islam oleh tuan Syech Syamsuddin dan mendapat hadiah dari raja mekah sebuah Qur’an kecil dan sebentuk cincin bermata jamrut merah. Kedatangan Gusti Lekar di Tayan semulanya untuk mengamankan upeti dari rakyat daerah itu kepada kerajaan matan, sebelumnya pembawa upeti tersebut selalu mendapat gangguan oleh seseorang yang mengatakan dirinya raja di kuala lebai. untuk semuanya itu Gusti Lekar bersama seorang suku dayak bernama Kia Jaga dari Tebang berhasil mengamankan upeti tersebut sampai ke kerajaan Matan.
Gusti Lekar wafat di makamkan di sebuah bukit dekat Kota Meliau, karena tempat atau bukit tersebut masih termasuk wilayah Kerajaan Tayan. Dengan wafatnya Gusti Lekar ini, maka sebagai penggantinya menjadi raja di Tayan diangkatlah Gusti Gagok dengan gelar Pangeran Manca Ningrat, beristrikan Utin Halijah dan memperoleh seorang anak yang diberi nama Gusti Ramal. sedangkan saudaranya yang lain, yaitu Gusti Manggar menjadi Raja di Meliau, Gusti Togok menjadi Raja di Sanggau dan Utin Peruan kawin dengan abang sebatang hari seorang pangeran di Embau Hulu Kapuas.

Pemindahan Ibu Kota

Sejak itu ibu kota Kerajaan Tayan dipindahkan ke suatu tempat bernama Rayang. Ditempat ini masih terdapat peninggalan berupa Makam Raja-raja dan sebuah meriam, yang konon atau menurut cerita meriam ini tidak mau dipindahkan ketempat lain dan pada saat-saat tertentu posisinya dapat berubah sendiri. Dengan berakhirnya masa Kerajaan Tayan ini, status keraton dijadikan monumen peninggalan sejarah yang dilindungi (Monumen Ordonansi No. 238 tahun 1931) dan mendapat bantuan biaya pemeliharaan dari Pemerintahan Daerah TK I Kalimantan Barat. Peninggalan sejarah lainnya yaitu sebuah Masjid Jami' yang letaknya kurang lebih 100 meter kearah Barat Keraton dan Makam Raja-raja serta puluhan meriam peninggalan VOC.
Kerajaan Tayan pertama kali ditempatkan di daerah Tayan, setelah Gusti Lekar wafat dimakamkan disebuah bukit yang tidak jauh keberadaannya dari Kota MeliauKecamatan MeliauKabupaten SanggauGusti Lekar wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Gusti Gagok yang bergelar Manca Diningrat. Kemudian Gusti Gagok memindahkan Ibukota Kerajaan Tayan ke suatu tempat bernama Rayang. Hingga saat ini kawasan Rayang masih didapati peninggalan Kerajaan Tayan berupa makam Raja-Raja beserta kerabat kerajaan di mana dikawasan tersebut ditandai keberadaan sebuah meriam. Setelah Pangeran Mancadiningrat (Gusti Gagok) wafat, Raja Tayan diganti oleh anak pertamanya bernama Gusti Ramal yang bergelar Pangeran Marta Jaya Kusuma.

Peperangan

Sejak pemerintahan Gusti Kamaruddin yang bergelar Pangeran Suma Yuda yang menggantikan ayahnya Gusti Ramal menjadi Raja tayan. Dalam masa pemerinthannya itu, terjadi peperangan antara Kerajaan Tayan dengan Kerajaan PontianakKerajaan Sanggau dan orang-orang China dari wilayah Mentrado Bengkayang. Setelah wafatnya Pangeran Suma Yuda (Panembahan Tua), diangkatlah anaknya yang bernama Gusti Mekkah yang kemudian bergelar Panembahan Natakusuma (Panembahan Muda). Pada masa pemerintahan Natakusuma inilah tercatat bahwa dia yang mula-mula mengikat perjanjian dengan Nederland Indie Gouverment pada bulan November tahun 1822.
Panembahan Natakusuma mangkat pada tahun 1825 dengan tidak meninggalkan seorang putra. Maka yang menggantikan menjadi Raja Tayan adalah saudaranya Panembahan Tua yaitu Utin Belondo yang bergelar Ratu Utin Belondo (Ratu Tua) sedangkan yang menjalankan pemerintahan kerajaan adalah suaminya Gusti Hasan Pangeran Ratu kusuma dengan gelar Panembahan Mangku Negara Surya Kusuma. Pada tahun 1855 Panembahan Mangku Negara Surya Kusuma wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Gusti Inding yang bergelar sama dengan ayahnya.

Perjanjian Dengan Belanda

Dalam tahun 1858 oleh pemerintahan Belanda (Gouverment Hindia Belanda) gelar dia diganti menjadi Panembahan Anom Pakunegara Surya Kusuma. Pada masa itu terjadi peperangan antara kerajaan Tayan dengan Kerajaan Landak (Ngabang). Oleh karena dia sudah sangat tua, maka roda pemerintahannya diserahkan kepada adiknya yang bernama Gusti Karma. Dia meninggal dunia pada tanggal 23 November 1873 (1290 H) di Batang Tarang. Gusti Karma kemudian diangkat menjadi Raja Tayan dan diberi gelar Panembahan Adi Ningrat Kusuma Negara dan dia memerintah hingga tahun 1880 yang kemudian digantikan anaknya bernama Gusti Muhammad Ali disebut pula dengan nama Gusti Indung bergelar Panembahan Pakunegara Kusuma dinobatkan menjadi Raja tayan di Rayang. Dia beristrikan Utin fatimah dan memperoleh 12 anak.
Dalam masa pemerintahan dia, mengikat kontrak baru dengan pemerintahan belanda yaitu Akta Van Verband en Bekrachting di Rayang, 2 April 1880Goedgekeurd 23 April 1883 Nomor 12. Dalam masa pemerintahannya Ibukota tempat kedudukan Raja dipindahkan dari Istana Rayang ke Tayan (berawal di kawasan Teluk Kemilun dan kemudian berpindah ke Desa Pedalaman hingga saat ini) dan sekaligus membangun istana/keraton baru yang dibangun oleh rakyat Tayan untuk Raja Tayan. Keraton ini hingga pada saat ini masih berdiri dan ditempati oleh para ahli warisnya. Pada tanggal 26 Februari 1890 oleh Gouverment Hindia NederlandKerajaan Meliau dimasukkan kedalam wilayah/daerah Kerajaan Tayan. Panembahan Gusti Muhammad Ali memegang jabatan selama 15 tahun (1890 s/d 1905), dia wafat dan dimakamkan dikompleks Makam Raja-Raja Tayan di desa kawat.

Kelanjutan Kerajaan Tayan

Zaman pemerintahan Gusti Ismail tetap menjadi Raja Tayan sampai pada masa pemerintahan Swapraja diserahkan pada tahun 1960. Tetapi dia masih bekerja terus sebagai Wedana Tayan. Dalam kedudukan sebagai Wedana Tayan, Gusti Ismail dipindahkan dan diperbantukan dikantor Bupati Kepala daerah Kabupaten Sanggau. Sekarang bekas ibukota Kerajaan Tayan menjadi Ibukota Kecamatan Tayan HilirKabupaten Sanggau. Raja-raja tersebut dimakamkan di kompleks makam Raja-Raja Tayan, serta makam Utin Belondo atau Ratu Utin Belondo di desa Kawat.


Daftar Raja Tayan


* 1780-1809: Suma Juda
* 1809-1825; regen: 1809-1822: Natu Kusuma
* 1823-1945: Protektorat belanda
* 1825-1828: Ratu Kusuma Surjanegara
* 1828-1854: Marta Surjakusuma (panembahan)
* 1854-1873: Anom Pakunegara Surjakusuma
* 1873-1880: Ratu Kusumanegara
* 1880-1905: Pakunegara Surjakusuma
* 1905-1929: Anom Pakunegara
* 1929-1944: Anom Adinegara (Gusti Dżapar)
* 1945-1960: Pakunegara (Gusti Ismail)
* 2012: Pada 26 Mei 2012 penobatan Raja XIV setelah vakum sejak tahun 1967 saat Raja XIII mangkat. Kevakuman Kerajaan Tayan akibat dari kekejaman Jepang

KERAJAAN NEGARA DAHA

Pusat Kerajaan Negara Daha terletak di tepi sungai Negara dan berjarak 165 km di sebelah utara Kota Banjarmasin, ibukota provinsi Kalimantan Selatan.


Sejarah

Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu (Syiwa-Buddha) yang pernah berdiri di Kalimantan Selatansezaman dengan kerajaan Islam Giri Kedaton. Kerajaan Negara Daha merupakan pendahulu Kesultanan Banjar. Pusat pemerintahan/ibukota kerajaan ini berada di Muhara Hulak atau dikenal sebagai kota Negara (sekarang kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan), sedangkan bandar perdagangan dipindahkan dari pelabuhan lama Kerajaan Negara Dipa yaitu Muara Rampiau (sekarang desa Marampiau) ke pelabuhan baru pada Bandar Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito Kuala).

Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa yang saat itu berkedudukan di Kuripan/Candi Agung, (sekarang kota Amuntai). Pemindahan ibukota dari Kuripan adalah untuk menghindari bala bencana karena kota itu dianggap sudah kehilangan tuahnya. Pusat pemerintahan dipindah ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan) menyebabkan nama kerajaan juga berubah sehingga disebut dengan nama yang baru sesuai letak ibukotanya yang ketiga ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara Daha.

Pemimpin/Raja

Raja-raja Negara Daha:
  1. Raden Sakar Sungsang/Raden Sari Kaburungan/Ki Mas Lalana bergelar Maharaja Sari Kaburungan atau Panji Agung Rama Nata putera dari Putri Kalungsu/Putri Kabu Waringin, ratu terakhir Negara Dipa
  2. Raden Sukarama bergelar Maharaja Sukarama, kakek dari Sultan Suriansyah (Sultan Banjar I)
  3. Raden Paksa bergelar Pangeran Mangkubumi, kemudian bergelar Maharaja Mangkubumi
  4. Raden Panjang bergelar Pangeran Tumenggung

Wilayah Kekuasaan

Wilayah pengaruh kerajaan ini meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Kutai Kartanegara.

Agama

Islam datang ke daerah Kalimantan Selatan dari Giri pada masa Raden Sekar Sungsang yang pernah merantau ke pulau Jawa dan disana telah memiliki anak bernama Raden Panji Sekar yang menikahi putri dari Sunan Giri kemudian bergelar Sunan Serabut. Tetapi Islam baru menjadi agama negara pada tahun 1526 pada masa kekuasaan Sultan Suryanullah atau Sultan Suriansyah. Aksara Arab-Melayu telah digunakan sebelum berdirinya Kesultanan Banjar.

Akhir

Karena kemelut di Kuripan/Negara Daha, beberapa tumenggung melarikan diri ke negeri Paser di perbatasan Kerajaan Kutai Kartanegara dan kemudian mendirikan Kerajaan Sadurangas di daerah tersebut.
SEJARAH KERAJAAN NEGARA DIPA

SEJARAH KERAJAAN NEGARA DIPA

Kerajaan Negara Dipa adalah kerajaan yang berada di pedalaman Kalimantan Selatan. Kerajaan ini adalah pendahulu Kerajaan Negara Daha. Sejak masa pemerintahan Lambung Mangkurat wilayahnya terbentang dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting.


Artefak yang ditemukan di situs Candi Laras 
Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama dengan pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Pada mulanya negara Dipa merupakan bawahan kerajaan Kuripan yang merupakan kerajaan pribumi. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel) yang berjarak dua bulan perjalanan laut menuju pulau Hujung Tanah (Kalimantan). Menurut Veerbek (1889:10) Keling, provinsi Majapahit di barat daya Kediri. Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (atau Empu Jatmika) mendirikan pada tahun 1387, dia berasal dari Majapahit. Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa (situs Candi Laras)(Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan juga bukan keturunan raja-raja Kuripan, tetapi kemudian dia berhasil menggantikan kedudukan raja Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku).