Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M).
Kehidupan Politik
Berdasarkan
Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi
silsilah sultan – sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh
telah berhasil membebaskan diri dari Kerajaan Pedir. Raja – raja yang
pernah memerintah di Kerajaan Aceh :
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Adalah
raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M. Di
bawah kekuasaannya, Kerjaan Aceh melakukn perluasan ke beberapa daerah
yang berada di daerah Daya dan Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap
kedudukan bangsa Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
2. Sultan Salahuddin
Setelah
Sultan Ali Mughayat Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya yg
bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M, selama
menduduki tahta kerajaan ia tidak memperdulikan pemerintahaan
kerajaannya. Keadaan kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosostan yg
tajam. Oelh karena itu, Sultan Salahuddin digantiakan saudaranya yg
bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar.
3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia
memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M. Ia melakukan berbagai bentuk
perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemeintahan Kerajaan Aceh.
Pada masa pemeintahannya, Kerajaan Aceh melakukan perluasaan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap Kerajaan
Malaka ( tetapi gagal ). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada
masa pemerintahaannya, kerajaan Aceh mengalami masa suram. Pemberontakan
dan perebutan kekuasaan sering terjadi.
4. Sultan Iskandar Muda
Sultan
Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36 M. Di bawah
pemerintahannya, Kerjaan Aceh mengalami kejayaan. Kerajaan Aceh tumbuh
menjadi kerjaan besar adn berkuasa atas perdagangan Islam, bahakn
menjadi bandar transito yg dapat menghubungkan dgn pedagang Islam di
dunia barat.
Untuk
mencapai kebesaran Kerajaan Ace, Sultan Iskandar Muda meneruskan
perjuangan Aceh dgn menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung
Malaya. Tujuannya adalah menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka
dan menguasai daerah – daerah penghasil lada. Sultan Iskandar Muda juga
menolak permintaan Inggris dan Belanda untuk membeli lada di pesisir
Sumatera bagian barat. Selain itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan
terhadap daerah – daerah seperti Aru, pahang, Kedah, Perlak, dan
Indragiri, sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan aceh memiliki
wilayah yang sangat luas.
Pada
masa kekeuasaannya, terdapat 2 orang ahli tasawwuf yg terkenal di Ace,
yaitu Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim
as-Syamsi. Setelah Sultam iskandar Muda wafat tahta Kerajaan Aceh
digantikan oleh menantunya, Sultan Iskandar Thani
5. Sultan Iskandar Thani.
Ia
memerinatah Aceh tahun 1636 – 1641 M. Dalam menjalankan pemerintahan,
ia melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa
pemerintahannya, muncul seorang ulama besar yg bernama Nuruddin
ar-Raniri. Ia menulis buku sejarah Aceh berjudul Bustanu’ssalatin. Sebagai
ulama besar, Nuruddin ar-Raniri sangat di hormati oleh Sultan Iskandar
Thani dan keluarganya serta oleh rakyat Aceh. Setelah Sultan Iskandar
Thani wafat, tahta kerjaan di pegang oleh permaisurinya ( putri Sultan
Iskandar Thani ) dgn gelar Putri Sri Alam Permaisuri ( 1641-1675 M ).
Dalam
kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg
subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah
pantai timur dan barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya.
Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan
bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.
Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka yg
merupakan jalan dagang internasional. Selain bangsa Belanda dan
Inggris, bangsa asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam,
Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh. Barang – barang yg di ekspor Aceh
seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah – rempah ( dari Maluku
). Bahan impornya seperti kain dari Koromendal
(
india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina ), minyak wangi (
dari Eropa dan Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam
perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.
Kehidupan Sosial
Meningkatnya
kekmakuran telah mneyebabkan berkembangnya sisitem feodalisme &
ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam
pemerintahan sipil disebut golongan Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang peranan penting dlm agama disebut golongan Teungku. Namun
antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yg
kemudian melemahkan aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12
M s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dgn Sunnah
Wal Jamma’ah. Tetapi pd masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran
Syiah memperoleh perlindungan & berkembang sampai di daera – daerah
kekuasaan Aceh.
Aliran
ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yg di teruskan oleh muridnya yg
bernama Syamsudin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Mud wafat, aliran
Sunnah wal Jama’ah mengembangkan islam beraliran Sunnah wal Jama’ah, ia
juga menulis buku sejarah Aceh yg berjudul Bustanussalatin ( taman raja – raja dan berisi adat – istiadat Aceh besrta ajarn agama Islam ).
Kemunduran Kesultanan Aceh
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani
pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan
Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak,
Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan
Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan di
antara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Sultan Muhammad Daud Beureueh saat itu.
Download Artikelnya Di Sini
Password Di Sini
ayo berkomentar dengan kata-kata yang sopan