Nama kerajaan banggai sendiri sudah terkenal sekitar abad ke-13 saat itu kerajaan Banggai sudah
dikenal dengan sebutan "BENGGAWI"dan menjadi bagian kerajaan Mojopahit. Bukti bahwa kaerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Mojopahit
dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari apa yang telah di
tulis seorang pujangga Mojopahit yang bernama Mpu Prapanca dalam
bukunya"Negara Kartagama" buku bertarikh caka 1478 atau tahun 1365
Masehi,yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai
berikut :
"Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara,Buntun
Benggawi,Kuni,Galiayo,Murang Ling
Salayah,Sumba,solor,Munar,Muah,Tikang,I Wandleha,Athawa Maloko,Wiwawun
ri Serani Timur Mukadi Ningagaku Nusantara".(Mangkasara = Makasar,
Buntun = Buton, Benggawi = Banggai, Kunir = Pulau Kunyit,Salayah =
Selayar, ambawa = Ambon,Maloko = Maluku )".
Hayam Wuruk ingin mempersatukan Nusantara lewat sumpah Palapa yang di ucapkan sang Pati Gajah Mada.Dengan sumpah tersebut Hayam Wuruk makin terkenal dengan programnya mempersatukan Nusatara.
Di daerah yang sekarang kita kenal sebagai Kabupaten Banggai pernah bediri kerajaan-kerajaan kecil.Yang tertua bernama kerjaan bersaudara Buko dan Bulagi.letak kerajaan Buko dan Bulagi berada di pulau Peling belhan barat.Kemudian muncul keajaan-kerajaan baru seperti, Kerajaan Sisipan, Kerajaan Lipotomundo, dan Kadupadang.Semuanya beada di pulau Peling bagian tengah (sekarang kecamatan Liang).Sementara di bagian pulau Peling sebelah timur (sekitar Kecamatan Totikum dan Tinangkung) waktu itu telah berdiri kerajaan yang agak besar yakni kerajaan Bongganan. Upaya unntuk memekarkan kerjaan Bongganan dilakukan Pangeran dan beberapa bansawan kerajaan akhirnya membuahkan hasil bila sebelumnya wilayah kerajaan banggai hanya meliputi pulau Banggai, kemudian dpat diperlebar.
Di banggai Darat ( kabupaten Banggai, waktu itu sudah berdiri Kerajaan
Tompotika yang berpusat di sebelah utara ( Kecamatan Bualemo ) bagian
Selatan kerajaan tiga bersaudara Motiandok, Balaloa, dan Gori-Gori.
Perkembangan Kerajaan Banggai yang ketika itu masih terpusat di Pulau
Banggai, mulai pesat dan menjadi Primus Inter Pares atau yang utama dari
beberapa kerajaan yang ada, sewaktu pemerintahan Kerajaan Banggai
berada di bawah pembinaan Kesultanan ternate akhir abad 16.
Wilayah Kerajaan Banggai pada tahun 1950-an hanya meliputi Pulau
Banggai, kemudian diperluas sampai ke Banggai Darat, hingga ke Tanjung
Api, Sungai Bangka dan Togung Sagu yang terletak di sebelah Selatan
Kecamatan Batui. Perluasan wilayah Kerajaan Banggai dilakukan oleh Adi
Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa pada abad ke-16. Istilah " Mumbu Doi"
berarti yang wafat atau mangkat, khusus dipakai untuk raja-raja Banggai
yang tertinggi derajatnya.
Adi Cokro adalah bangsawan dari Pulau Jawa yang mengabdikan diri kepada
Sultan Baab-Ullah dari Ternate. Di tangan Adi Cokro kerajaan-kerajaan
Banggai mampu dipersatukan hingga akhirnya ia dianggap sebagai pendiri
Kerajaan Banggai. Adi Cokro tercatat pula sebagai orang yang memasukkan
agama Islam ke Banggai. hal tersebut sebagaimana ditulis Albert C. Kruyt
dalam bukunya De Vorsten Van Banggai ( Raja-raja Banggai). Adi Cokro
bergelar Mumbu Doi Jawa, yang dalam dialeg orang Banggai disebut Adi
Soko, mempersunting seorang wanita asal Ternate berdarah Portugis
bernama Kastellia ( Kastella). Perkawinan Adi dengan Kastellia
melahirkan putra bernama Mandapar yang kemudian menjadi Raja Banggai.
Istilah " Adi" merupakan gelar bangsawan bagi raja-raja Banggai, hal
tersebut sama dengan gelar RM ( Raden Mas) untuk bangsawan Jawa atau
Andi bagi bangsawan bugis.
Karena Kerajaan Banggai dikenal Oleh Kerajaan Ternate, sementara
Kerajaan Ternate ditaklukan Bangsa Portugis, otomatis Kerajaan Banggai
berada dibawah kekuasaan Bangsa Portugis. Bukti, itu setidaknya dapat
dilihat dengan ditemukannya sisa-sisa peninggalan Bangsa Portugis di
daerah ini di antaranya meriam kuno atau benda peninggalan lainnya.
Tahun 1532 P.A. Tiele pernah menulis dalam bukunya De Europeers in Den
maleischen Archipel, di sana disebutkan, bahwa pada tahun 1532.
Laksamana Andres De Urdanette yang berbangsa Spanyol merupakan sekutu (
kawan ) dari Sultan Jailolo, pernah mengunjungi wilayah sebelah Timur
Pulau Sulawesi ( Banggai ). Andres de Urdanette merupakan orang barat
pertama yang menginjakan kaki di Banggai. Sedang orang Portugis yang
pertama kali datang ke Banggai bernama Hernando Biautemente tahu 1596.
Tahun 1956 Pelaut Belanda yang sangat terkenal bernama Cornelis De Houtman datang ke Indonesia. Menariknya, pada tahun 1594 atau dua tahun sebelum datang ke Indonesia Cornelis De Houtman sudah menulis tentang Banggai. ketika Adi Cokro ynag bergelar Mumbu Doi Jawa, kembali ke tanah Jawa dan wafat disana, tampuk Kerajaan Banggai dilanjutkan oleh Mandapar dengan gelar Mumbu Doi Godong. Mandapar dilantik sebagai Raja Banggai pada tahun 1600 di Ternate oleh Sultan Said Uddin Barkat Syah.
Tahun 1602 Belanda datang ke Indonesia dan mendirikan Vereeniging Oast Indische Compagnie ( VOC ) yang merupakan Kongsi Dagang Belanda untuk perdagangan di Hindia Timur ( Indonesia ). Kesaksian salah seorang pelaut bangsa Inggris bernama David Niddeleton yang pernah dua kali datang ke Banggai menyebutkan. Pengaruh VOC di Banggai sudah ada sejak Raja Mandapar memimpin Banggai. Kerajaan Banggai pernah dikuasai Ternate. namun setelah Kerajaan Ternate dapat ditaklukan dan direbut oleh Sultan Alaudin dari Kerajaan Gowa ( Sulawesi Selatan ) maka Banggai ikut menjadi bagian dari Kerajaan Gowa. Dalam sejarah tercatat Kerajaan Gowa sempat berkembang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dan kuat di Indonesia Timur.
Kerajaan Banggai berada di bawah pemerintahan Kerajaan Gowa berlangsung sejak tahun 1625-1667. Pada tahun 1667 dilakukan perjanjian Bongaya yang sangat terkenal antara Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa melepaskan semua wilayah yang tadinya masuka dalam kekuasaan Kerajaan Ternate seperti Selayar, Muna, Manado, Banggai, Gapi ( Pulau Peling ), Kaidipan, Buol Toli-Toli, Dampelas, Balaesang, Silensak dan kaili. Pada saat Sultan Hasanuddin dikenal sebagai raja yang sengit melawan Belanda. Bentuk perjuangan yang dilakukan Hasanuddin ternyata memberikan pengaruh tersendiri bagi Raja Banggai ke-4, yakni Raja Mbulang dengan gelar Mumbu Doi Balantak ( 1681-1689 ) hingga Mbulang memberontak terhadap Belanda. Sebenarnya Mbulang Doi Balantak menolak untuk berkongsi dengan VOC lantaran monopoli dagang yang terapkan Belanda hanya menguntungkan Belanda sementara rakyatnya di posisi merugi. Tapi apa hendak dikata, karena desakan Sultan Ternate yang menjadikan Kerajaan Banggai sebagai bagian dari taklukannya, dengan terpaksa Mbulang Doi Balantak tidak dapat menghindar dari perjanjian yang dibuat VOC ( Belanda ).
Tahun 1741 tepatnya tanggal 9 November perjanjian antara VOC dengan Mbulang Doi Balantak diperbarui oleh Raja Abu Kasim yang bergelar Mumbu Doi Bacan. Meski perjanjian telah diperbaharui oleh Abu Kasim, tetapi secara sembunyi - sembunyi Abu Kasim menjalin perjanjian kerjasama baru dengan Raja Bungku. Itu dilakukan Abu Kasim dengan target ingin melepaskan diri dari Kerajaan Ternate. Langkah yang ditempuh Abu Kasim ini dilakukan karena melihat beban yang dipikul oleh rakyat Banggai sudah sangat berat karena selalu dirugikan oleh VOC. Tahu raja Abu Kasim menjalin kerjasama dengan Raja BUngku, akhirnya VOC jadi berang ( marah ). Abu Kasim lantas ditagkap dan dibuang ke Pulau Bacan ( Maluku Utara ), hingga akhirnya meninggal disana. Usaha Raja - raja Banggai untuk melepaskan diri dari belenggu Kerajaan Ternate berulang kali dilakukan. dan kejadian serupa dilakukan Raja Banggai ke-9 bernama Antondeng yang bergelar Mumbu Doi Galela ( 1808 - 1829 ).Serupa dengan Raja-raja Banggai sebelumnya, Antondeng juga melakukan perlawanan kepada Kesultanan Ternate. Sebenarnya perlawanan Anondeng ditujukan kepada VOC ( Belanda ). Karena Antondeng menilai perjanjian yang disebut selama ini hanya menguntungkan Hindia Belanda dan menjepit rakyatnya. Karena itulah Antondeng berontak. Karena perlawanan kurang seimbang, Antondeng kemudian ditangkap dan dibuang ke Galela ( Pulau Halmahera ).
Setelah Antondeng "dibuang" ke Halmahera, Kerajaan Banggai kemudian dipimpin Raja Agama, bergelar Mumbu Doi Bugis. Memerintah tahun 1829 - 1847. Raja Agama sempat melakukan perlawanan yang sangat heroik dalam perang Tobelo yang sangat terkenal. Tetapi Kerajaan ternate didukung armada laut yang "modern" akhirnya mereka berhasil mematahkan perlawanan Raja Agama. pusat perlawanan Raja Agama dilakukan dari "Kota Tua" banggai ( Lalongo ). Dalam perang Tobelo, raja Agama sempat dikepung secara rapat oleh musuh. Berkat bantuan rakyat yang sangat mencintainya, Raja Agama dapat diloloskan dan diungsikan ke wilayah Bone Sulawesi Selatan, sampai akhirnya wafat di sana tahun 1874. Setelah Raja Agama hijrah ke Bone, munculah dua bersaudara Lauta dan Taja. Kepemimpinan Raja Lauta dan Raja Taja tidak berlangsung lama. Meski hanya sebentar memimpin tetapi keduanya sempat melakukan perlawanan, hingga akhirnya Raja Lauta dibuang ke Halmahera sedang Raja Taja diasingkan ke Pulau Bacan, Maluku Utara.
Dalam Kerajaan Banggai, sejak dulunya sudah dikenal sistem demokrasi. Dimana dalam menjalankan roda pemerintahan Raja akan dibantu oleh staf eksekutif atau dewan menteri yang dikenal dengan sebutan komisi empat, yaitu :
1. Mayor Ngopa atau Raja Muda
2. Kapitan Laut Kepala Angkatan Perang
3. Jogugu atau Menetri Dalam Negeri
4. Hukum Tua atau Pengadilan
Penunjukan dan pengangkatan komisi
empat, dilakukan langsung oleh Raja yang tengah bertahta. Sementara
badan yang berfungsi selaku Legislatif disebut Basalo Sangkap. Terdiri
dari Basalo Dodonung, Basalo Tonobonunungan, Basalo Lampa, dan Basalo
Ganggang. Basalo Sangkap diketuaioleh Basalo Dodonung, dengan tugas
melakukan pemilihan setipa bangsawan untuk menjadi raja. Demikian pula
untuk melantik seorang raja dilakukan di hadap[an Basalo Sangkap. Basalo
sangkap yang akan melantik raja, lalu akan meriwayatkan secara teratur
sejarah raja- raja Banggai. Berurut kemudian disebutkanlah calon raja
yang akan dilantik, yang kepadanya akan dipakaikan mahkota kerajaan.
Dengan begitu, raja tersebut akan resmi menjadi Raja Kerajaan Banggai.Daftar raja-raja Banggai
1. Mandapar dengan gelar Mumbu Doi Godong
2. Mumbu Doi Kintom
3. Mumbu Doi
Balantak
4. Mumbu Doi Benteng
5. Mumbu Doi Mendono
6. Abu Kasim
7.
Mumbu Doi Pedongko
8. Manduis
9. Antondeng
10. Agama
11.blauta
12.
Taja
13. tatu Tanga
14. saok
15. Nurdin
16. Abdul Azis
17. Abdul
Rahman
18. Haji Awaludin
19. Haji Syukuran Aminuddin Amir.
http://tinangkung.blogspot.com/2011/07/sejarah-kerajaan-banggai.html
Download Artikelnya Di Sini
Password Di Sini
Download Artikelnya Di Sini
Password Di Sini
1 komentar:
komentar“Wilayah Kerajaan Banggai pada tahun 1950-an hanya meliputi Pulau Banggai, kemudian diperluas sampai ke Banggai Darat, hingga ke Tanjung Api, Sungai Bangka dan Togung Sagu yang terletak di sebelah Selatan Kecamatan Batui yang ketika itu masih terpusat di Pulau Banggai, mulai pesat dan menjadi Primus Inter Pares atau yang utama dari beberapa kerajaan yang ada, sewaktu pemerintahan Kerajaan Banggai berada di bawah pembinaan Kesultanan ternate akhir abad 16. Perluasan wilayah Kerajaan Banggai dilakukan oleh Adi Cokro yang bergelar Mumbu Doi Jawa pada abad ke-16. Adi Cokro adalah bangsawan dari Pulau Jawa yang mengabdikan diri kepada Sultan Baab-Ullah dari Ternate. Di tangan Adi Cokro kerajaan-kerajaan Banggai mampu dipersatukan hingga akhirnya ia dianggap sebagai pendiri Kerajaan Banggai. Adi Cokro tercatat pula sebagai orang yang memasukkan agama Islam ke Banggai “
ReplyPertanyaannya :
1. Mempersatukan kerajaan dengan cara peperangan bahkan membumihanguskan kerajaan yang ada ( Contoh : Tompotika ),, apakah cara ini dapat dibenarkan..??? Seperti inikah ajaran Islam itu..?? ( kan katanya tujuan dari Ternate adalah menyebarkan Islam )
Kalau memang seperti itu adanya,, pantas saja negara-negara Islam selalu dalam keadaan perang sampai sekarang….
2. Katanya Adi Cokro yang memasukkan Islam di Banggai,,, tapi coba lihat nama ayah dari Istrinya “Nuru Sapa” yang tidak lain adalah “Ali Asine” Raja dari Kerajaan Matindok-Lowa-Bola. Bukankah nama/inisial “Ali” itu identik dengan nama-muslim. Dengan kata lain Islam sudah ada sebelum Adi Cokro dating
3. “Pemerintahan Kerajaan Banggai berada di bawah pembinaan Kesultanan Ternate” terus coba lihat lagi kalimat berikut ini
a. “ Sebenarnya Mbulang Doi Balantak menolak untuk berkongsi dengan VOC lantaran monopoli dagang yang terapkan Belanda hanya menguntungkan Belanda sementara rakyatnya di posisi merugi. Tapi apa hendak dikata, karena desakan Sultan Ternate yang menjadikan Kerajaan Banggai sebagai bagian dari taklukannya, dengan terpaksa Mbulang Doi Balantak tidak dapat menghindar dari perjanjian yang dibuat VOC ( Belanda )”,
b. “ Karena Antondeng menilai perjanjian yang disebut selama ini hanya menguntungkan Hindia Belanda dan menjepit rakyatnya. Karena itulah Antondeng berontak. Karena perlawanan kurang seimbang, Antondeng kemudian ditangkap dan dibuang ke Galela ( Pulau Halmahera ) “.
c. Raja Agama sempat melakukan perlawanan yang sangat heroik dalam perang Tobelo yang sangat terkenal. Tetapi Kerajaan ternate didukung armada laut yang "modern" akhirnya mereka berhasil mematahkan perlawanan Raja Agama. pusat perlawanan Raja Agama dilakukan dari "Kota Tua" banggai ( Lalongo ).
Apakah ini yang disebut PEMBINAAN..??? sekali lagi ini pantasnya disebut PENJAJAHAN… Jadi harusnya kalimatnya seperti ini “Pemerintahan Kerajaan Banggai berada di bawah PENJAJAHAN Kesultanan Ternate”
4. Jadi pantaskah Adi Cokro disebut Pahlawan Pemersatu Banggai..???? alih-alih mempersatukan Kerajaan Banggai, jutru Kerajaan Banggai itu dijadikan TANAH JAJAHAN oleh Ternate
5. Pantaskah Sultan Ternate dielu-elukan bahkan diarak apabila Sultan ternate berkunjung ke Tanah Banggai..??
ayo berkomentar dengan kata-kata yang sopan