Showing posts with label SEJARAH KERAJAAN. Show all posts
Showing posts with label SEJARAH KERAJAAN. Show all posts
SEJARAH KERAJAAN ARU (HARU)

SEJARAH KERAJAAN ARU (HARU)

Sejarah


merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama sebagai salah satu kerajaan yang pernah menjadi taklukan Majapahit. Sedangkan dalam Suma Oriental menyebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang kuat Penguasa Terbesar di Sumatera yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing. Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.

Dalam Sulalatus Salatin Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai. Peninggalan arkeologi yang dihubungkan dengan Kerajaan Haru telah ditemukan di Kota Cina dan Kota Rantang.

Haru pertama kali muncul dalam kronik Cina masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kublai Khan menuntut tunduknya penguasa Haru pada Cina pada 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti oleh saudara penguasa Haru pada 1295. Nagarakretagama menyebut Haru sebagai salah satu negara bawahan Majapahit.
SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN BUTON

SEJARAH KERAJAAN/KESULTANAN BUTON

Dalam sejarahnya, cikal bakal Buton sebagai negeri telah dirintis oleh empat orang yang disebut dengan Mia Patamiana. Mereka adalah: Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati. Menurut sumber sejarah lisan Buton, empat orang pendiri negeri ini berasal dari Semenanjung Melayu yang datang ke Buton pada akhir abad ke-13 M. Empat orang (Mia Patamiana) tersebut terbbaagi dalam dua kelompok: Sipanjongan dan Sijawangkati; Simalui dan Sitamanajo. Kelompok pertama beserta para pengikutnya menguasai daerah Gundu-Gundu; sementara kelompok kedua dengan para pengikutnya menguasai daerah Barangkatopa.Sipanjongan dan para pengikutnya meninggalkan tanah asal di Semenanjung Melayu menuju kawasan timur dengan menggunakan sebuah perahu palolang pada bulan Syaban 634 Hijriyah (1236 M).
SEJARAH SINGKAT KERAJAAN GOWA

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN GOWA

A.   Asal-Usul Dan Perkembangan Kerajaan Gowa
1.Masa Sebelum Tumanurung
Sebelum zaman Tumanurung, ada empat raja yang pernah mengendalikan Pemerintahan Gowa yakni : Batara Guru, saudara Batara Guru yang dibunuh oleh Tatali (tak diketahui nama aslinya), Ratu Sapu atau Marancai dan Karaeng Katangka (Nama aslinya tak diketahui). Keempat raja tersebut tak diketahui asal-usulnya serta masa pemerintahannya. Tapi mungkin pada masa itu, Gowa purba terdiri dari 9 kasuwiang ( kasuwiyang salapang) mungkin pula lebih yang dikepalai seorang penguasa sebagai raja kecil. Setelah pemerintahan Karaeng katangka, maka sembilan kerajaan kecil bergabung dalam bentuk pemerintahan federasi yang diketuai oleh Paccalaya.
SEJARAH KERAJAAN TIDUNG KUNO

SEJARAH KERAJAAN TIDUNG KUNO

Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa di pesisir timur pulau Tarakan yakni, di kawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah ke pesisir barat pulau Tarakan yakni, di kawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap di pesisir barat yakni, ke kawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, ke kawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

SEJARAH 

Riwayat tentang kerajaan maupun pemimpin (Raja) yang pernah memerintah dikalangan suku Tidung terbagi dari beberapa tempat yang sekarang sudah terpisah menjadi beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Bulungan (Salimbatu, Kecamatan Tanjung Palas Tengah), (Malinau Kota, Kabupaten Malinau]]), Sesayap, Kabupaten Tana Tidung, (Sembakung, Kabupaten Nunukan , (Kota Tarakan) dan lain-lain hingga ke daerah Sabah (Malaysia) bagian selatan.

Dari riwayat-riwayat yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Berakhirnya zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan tenggelam ke dalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut di kalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.

Dari beberapa sumber didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar 35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan (purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim dapat disamakan +kurang lebih dengan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk, maka diperkirakan tragedi di Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI.

Kelompok-kelompok suku Tidung pada zaman kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan suku Tidung yang ada di Kalimantan timur sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa Tidung, yaitu :
  • Dialek bahas Tidung Malinau
  • Dialek bahasa Tidung Sembakung.
  • Dialek bahas Tidung Sesayap.
  • Dialek bahas Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
Dari adanya beberapa dialek bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan sosial budayanya masing-masing, maka tentulah dari kelompok-kelompok dimaksud memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa setelah kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru. Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.

RAJA DARI KERAJAAN TIDUNG KUNO
Kerajaan Tidung Kuno adalah Suatu Pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Raja, dimana pusat pemerintahan selalu berpindah-pindah dengan wilayah yang kecil/kampung.
  • Benayuk dari sungai Sesayap, Menjelutung (Masa Pemerintahan ± 35 Musim)
Berakhirnya zaman kerajaan Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan tenggelam ke dalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut di kalangan suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang Benayuk dari Menjelutung.
  • Yamus (Si Amus) (Masa Pemerintahan ± 44 Musim)
Selang 15 (lima belas) musim setelah Menjelutung runtuh seorang keturunan Benayuk yang bernama Yamus (Si Amus) yang bermukim di Liyu Maye mengangkat diri sebagai raja yang kemudian memindahkan pusat pemukiman ke Binalatung (Tarakan). Yamus memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim, setelah wafat Yamus digantikan oleh salah seorang cucunya yang bernama Ibugang (Aki Bugang).
  • Ibugang (Aki Bugang)
Ibugang beristrikan Ilawang (Adu Lawang) beranak tiga orang. Dari ketiga anak ini hanya seorang yang tetap tinggal di Binalatung yaitu bernama Itara, yang satu ke Betayau dan yang satu lagi ke Penagar.
  • Itara (Lebih kurang 29 Musim)
Itara memerintah selama 29 (dua puluh sembilan) musim. Setelah wafat Anak keturunan Itara yang bernama Ikurung kemudian meneruskan pemerintahan dan memerintah selama 25 (dua puluh lima) musim
  • Ikurung (Lebih kurang 25 Musim)
Ikurung beristrikan Puteri Kurung yang beranakkan Ikarang yang kemudian menggantikan ayahnya yang telah wafat.
  • Ikarang (Lebih kurang 35 Musim), di Tanjung Batu (Tarakan).
Ikarang memerintah selama 35 (tiga puluh lima) musim di Tanjung Batu (Tarakan).
  • Karangan (Lebih kurang Musim)
Karangan yang bristrikan Puteri Kayam (Puteri dari Linuang Kayam) yang kemudian beranakkan Ibidang.
  • Ibidang (Lebih kurang Musim)
  • Bengawan (Lebih kurang 44 Musim)
Diriwayatkan sebagai seorang raja yang tegas dan bijaksana dan wilayah kekuasaannya di pesisir melebihi batas wilayah pesisir Kabupaten Bulungan sekarang yaitu dari Tanjung Mangkaliat di selatan kemudian ke utara sampai di Kudat (Sabah, Malaysia). Diriwayatkan pula bahwa Raja Bengawan sudah menganut Agama Islam dan memerintah selama 44 (empat puluh empat) musim. Setelah Bengawan wafat ia digantikan oleh puteranya yang bernama Itambu
  • Itambu (Lebih kurang 20 Musim)
  • Aji Beruwing Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
  • Aji Surya Sakti (Lebih kurang 30 Musim)
  • Aji Pengiran Kungun (Lebih kurang 25 Musim)
  • Aji nata Djaya (Kurang 20 Musim)
  • Pengiran Tempuad (Lebih kurang 34 Musim)
Pengiran Tempuad kemudian kawin dengan raja perempuan suku Kayan di Sungai Pimping bernama Ilahai.
  • Aji Iram Sakti (Lebih kurang 25 Musim) di Pimping, Bulungan
Aji Iram Sakti mempunyai anak perempuan yang bernama Adu Idung. Setelah Aji Iram Sakti wafat kemudian digantikan oleh kemanakannya yang bernama Aji Baran Sakti yang beristrikan Adu Idung. Dari perkawinan ini lahirlah Datoe Mancang
  • Aji Baran Sakti (Lebih kurang 20 Musim).
  • Datoe Mancang (Lebih kurang 49 Musim)
Diriwayatkan bahwa masa pemerintahan Datoe Mancang adalah yang paling lama yaitu 49 (empat puluh sembilan) musim
  • Abang Lemanak (Lebih kurang 20 Musim), di Baratan, Bulungan
Setelah Abang Lemanak wafat, ia kemudian digantikan oleh adik bungsunya yang bernama Ikenawai (seorang wanita).
  • Ikenawai bergelar Ratu Ulam Sari (Lebih kurang 15 Musim)
Ikenawai bersuamikan Datoe Radja Laut keturunan Radja Suluk bergelar Sultan Abdurrasid.

RAJA DARI DINASTI TENGARA

Dahulu kala kaum suku Tidung yang bermukim di pulau Tarakan, populer juga dengan sebutan kaum Tengara, oleh karena mereka mempunyai pemimpin yang telah melahirkan Dynasty Tengara. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa, bahwa di pesisir timur pulau Tarakan yakni, di kawasan binalatung sudah ada Kerajaan Tidung kuno (The Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira tahun 1076-1156. Kemudian berpindah ke pesisir barat pulau Tarakan yakni, di kawasan Tanjung Batu, kira-kira pada tahun 1156-1216. Lalu bergeser lagi, tetapi tetap di pesisir barat yakni, ke kawasan sungai bidang kira-kira pada tahun 1216-1394. Setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari pulau Tarakan yakni, ke kawasan Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, yakni, sekitar tahun 1394-1557.

Kerajaan Dari Dynasty Tengara ini pertama kali bertakhta kira-kira mulai pada tahun 1557-1571 berlokasi di kawasan Pamusian wilayah Tarakan Timur.

  • Amiril Rasyd Gelar Datoe Radja Laoet (1557-1571)
  • Amiril Pengiran Dipati I (1571-1613)
  • Amiril Pengiran Singa Laoet (1613-1650)
  • Amiril Pengiran Maharajalila I (1650-1695)
  • Amiril Pengiran Maharajalila II (1695-1731)
  • Amiril Pengiran Dipati II (1731-1765)
  • Amiril Pengiran Maharajadinda (1765-1782)
  • Amiril Pengiran Maharajalila III (1782-1817)
  • Amiril Tadjoeddin (1817-1844)
  • Amiril Pengiran Djamaloel Kiram (1844-1867)
  • Ratoe Intan Doera/Datoe Maoelana (1867-1896), Datoe Jaring gelar Datoe Maoelana adalah putera Sultan Bulungan Muhammad Kaharuddin (II)
  • Datoe Adil (1896-1916)
 Sekian dan terima kasih 
 referensi : Kasih tau gak yaa...??



kunjungi terus
JEKA WE-LIS

northmelanesian at Blitar Cyber E-xplore

Download Artikelnya Di Sini
Password Di Sini
SEJARAH KESULTANAN/KERAJAAN TIDORE

SEJARAH KESULTANAN/KERAJAAN TIDORE

Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang
SEJARAH KERAJAAN TANAH HITU

SEJARAH KERAJAAN TANAH HITU

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Awal Mula

Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Kata Perdana adalah asal kata dari bahasa Sanskerta artinya Pertama. Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana Tanah Hitu.  Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan Valentijn.

Alifuru

Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan menyebar ke Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Tana yang artinya Orang maka Alifuru artinya Orang Pertama.
Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
  1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
    Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
  2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
  3. Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari :
    Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah.
    Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
    Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
  4. Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
  5. Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
  6. Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
  7. Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
  8. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu I.
  9. Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468 yaitu pada waktu asar (Waktu Salat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu salat).
    Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah diutus ke Tuban untuk memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.
Penggabungan Empat Hitu
 
Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok yang berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang–pendatang dari Ternate, Jailolo, Obi, Makian dan Seram yang ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan perdana Tanah Hitu, keempat perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu kerajaan.

Kemudian empat perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira 1 km dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu). Di situlah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu. Bekasnya sampai sekarang adalah pondasi mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid pertama di Tanah Hitu. Mesjid tersebut bernama Masjid Pangkat Tujuh karena struktur pondasinya tujuh lapis.

Setelah itu keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang di sebut tatalo guru (duduk guru) artinya kedudukan adat atas petunjuk Upuhatala (Allah Ta'ala) yang merupakan metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa Seram. Mereka bermusyawarah untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipilihlah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan empat perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.

Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania yang dalam bahasa Hitu kuno, Latu berarti raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata ile isainyia artinya dia sendiri. Maka Latu Sitania secara harfiah artinya dia sendiri seorang raja di Tanah Hitu atau raja penguasa tunggal. Sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali, Latu berarti raja dan Sitania (tanya, ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan buruk berraja.

Tujuh Negeri Tanah Hitu

Sesudah terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu (Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).

Gabungan Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :
  1. Negeri Soupele
  2. Negeri Wapaliti
  3. Negeri Laten
  4. Negeri Olong
  5. Negeri Tomu
  6. Negeri Hunut
  7. Negeri Masapal
Pemerintahan
 
Raja Mateuna’ adalah raja Kerajaan Tanah Hitu yang kelima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira 1 km dari negeri Hitu sekarang. Beliau meninggal dunia pada tanggal 29 Juni 1634.

Pada pemerintahan Raja Mateuna’, negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu dipindahkan ke pesisir pantai pada awal abad ke-XV Masehi kini negeri Hitu sekarang. Pada masa beliau juga terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu. Perlawanan fisik pada Perang Hitu I pada tahun 1520-1605 dipimpin oleh Tubanbessy I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Semenanjung Lei Timur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur.

Raja Mateuna meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan ibunya berasal dari negeri Soya, Jazirah Lei Timur (Hitu Selatan). Beliau digantikan oleh putranya yang kedua yaitu Hunilamu menjadi Latu Sitania yang ke-VI (1637–1682). Sedangkan putra pertamanya Silimual ke Kerajaan Hoamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 yang dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai sekarang menjadi orang asli negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu.

Sesudah perginya Portugis, Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki Gunung Wawane. Maka Raja Hunilamu memerintahkan ketiga perdananya mendirikan negeri baru untuk berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam) agar bisa membendung pengaruh Belanda di Tanah Hitu. Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya Hitu Baru. Karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata Helo menjadi Hila yaitu negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka negeri Hitu berganti nama menjadi negeri Hitu yang lama.

Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama VOC pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut. Puncaknya terjadi Perang Hitu II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya perdana Jamilu dan Tubanbesi II, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643. Perlawanan terakhir yaitu Perang Kapahaha (1643 - 1646) yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele menghilang. Berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei Hitu.

Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua daerah administrasi yaitu Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devide et impera). Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.

Negeri Di Jazirah Lei Hitu

Negeri – Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri–negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682). Ketujuh uli tersebut diantaranya :

  1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu Negeri Hitu dan Negeri Hila dengan pusatnya di Negeri Hitu
  2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu Negeri Tial, Negeri Molowael(Tengah-Tengah) dan Negeri Tulehu dengan pusatnya di Negeri Tulehu.
  3. Uli Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu Negeri Mamala, Negeri Morela, Negeri Liang dan Negeri Wai dengan pusatnya di Negeri Mamala.
  4. Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu Negeri Kaitetu.
  5. Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu Negeri Wakal.
  6. Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu Negeri Seith, Negeri Ureng dan Negeri Allang dengan pusatnya di Seith.
  7. Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu Negeri Lima.
 Sumber : Masih di cari ma temenq ....

kunjungi terus
JEKA WE-LIS

northmelanesian at Blitar Cyber E-xplore

Download Artikelnya Di >>>>>> Sini
Paswoord Di Sini